SENGKETA MEREK: Asing VS Lokal, Siapa Benar Siapa Kalah

Yanuarius Viodeogo
Bisnis Indonesia

JAKARTA -- Perebutan merek asing di ranah perdagangan hingga ke meja hijau merupakan hal yang lazim. Namun, tidak serta merta merek asing bisa membatalkan merek pengusaha lokal yang memiliki kesamaan nama dan lukisan.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, sebanyak 17 perusahaan asing menggugat pengusaha dalam negeri sejak Januari hingga pertengahan Juli 2018, dengan total 34 perkara.

Merek-merek asing itu menginginkan agar pengadilan memerintahkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) membatalkan merek pengusaha lokal yang memiliki kesamaan nama dan lukisan.

Kendati demikian, tak jarang pemilik merek asing—yang bahkan sudah dikenal sekalipun—tidak ingin melanjutkan perkaranya pada tahap persidangan di pengadilan.

Salah satu perkara perebutan merek yang berhasil dimenangi oleh pengusaha lokal adalah gugatan Hugo Boss Trade Mark Management & Co.

Lazuardi tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Lazuardi adalah pengacara dari para pengusaha lokal Anthony Tan, Eric Steven Tan, dan Patty Legana yang digugat oleh Hugo Boss Trade Mark Management & Co.

"Dari awal saya yakin [gugatan ditolak], bahwa merek kata Hugo bukan hak eksklusif milik penggugat saja [Hugo Boss]. Itu merek generik sesuai dengan pasal 22 UU No. 20/2016 tentang Merek. Setiap orang berhak mengajukan merek dengan menambahkan kata lain," kata Lazuardi.

Untuk sengketa merek memperebutkan nama Hugo, Majelis Hakim menolak gugatan teisebut dengan pertimbangan karena penggugat (Hugo Boss) melayangkan gugatan langsung terhadap tiga subjek hukum berbeda dan objek hukum yang berbeda.

Dalam sengketa merek Hugo, perusahaan Hugo Boss sedikit beruntung karena hakim menolak eksepsi penggugat bukan pokok perkara. Sementara itu, di perkara lain yang menimpa Samhwa Paints Ind Co. Ltd., produsen cat a.1 Korea Selatan, majelis hakim menolak pokok perkara penggugat melawan pemilk cat dari Indonesia, yakni PT Futanluc Chemitraco.

Majelis Hakim menolak gugatan dari Samhwa Paints karena merek dari Samhwa tidak serta merta dikenal oleh masyarakat Indonesia. 

Pertimbangan lainnya, karena Indonesia menganut asas first to file atau pendaftaran suatu merek diberikan kepada pihak yang pertama kali atau terlebih dahulu mengajukan perminta-an pendaftaran merek.

Untuk perkara lainnya, Starbucks Corporations memilih berdamai dengan pemilik merek Ahli Kopi Lampung (AKL) Abdillah Muhammad. 

Padahal, jaringan kedai kopi global asal Amerika Serikat itu sempat meminta Direktorat Merek dan Indikasi Geografis untuk membatalkan mereka AKL pada April 2017.

Perusahaan kopi yang berpusat di Kota Washinton itu, meminta pembatalan merek AKL bernomor agenda D002015027858 untuk kelas 30 yang mencakup minuman berbahan kopi karena menurut Starbucks ada persamaan pokok dengan merek terkenal di lingkaran konsentris dan warna hijau pada milik AKL yang dinilai mirip dengan logo Starbucks.

HAL MENDASAR
Direktur Merek dan Indikasi Geo-grafis Faturahman mengatakan, ada sejumlah hal mendasar yang tidak diketahui oleh pemilik merek asing ketika mengajukan gugatan pembatalan merek di PN.

Kuasa hukum, semestinya mengecek terlebih dahulu bahwa merek yang hendak digugat, sudah terdaftar atau tidak di Dirjen KI.

"Konsultasi HKI itu ada dan mestinya pengacara dan konsultan mengetahui prinsip first to file dalam pendaf-taran merek di Indonesia."

Dalam hal ini, pengacara bisa mengecek dulu merek yang dianggap sama ke DJKI sebelum menggugat karena pemilik yang tidak mendaftarkan merek tidak dapat bertindak hukum melarang produk lain menjual produk sejenis.

Sementara itu, menurut Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif Ari Juliano Gema, pengacara merek luar negeri mempunyai peluang menang dalam gugatannya selama bisa membuktikan tiga hal ini.

Pertama, di dalam berkas pembuktiannya, pengacara mampu meyakinkan kepada hakim bahwa merek kliennya adalah merek terkenal dengan menunjukkan sertifikat-sertifikat merek yang sudah terdaftar di sejumlah negara.

Kedua, pengusaha dari pemilik merek asing di dalam pembuktiannya telah mengeluarkan biaya investasi yang sangat besar untuk memproduksi produknya.

Terakhir, perusahaan pemilik merek asing bisa membuktikan telah mengeluarkan biaya yang besar dalam mempromosikan produknya di sejumlah negara.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari Perdana Kusuma berpandangan bahwa pengusaha lokal semestinya aktif mencari tahu dan aktif bahwa mereknya tidak serupa dengan merek asing, jika tidak ingin digugat oleh pemilik merek asing.

"Bisa lihat di media sosial, kemudian berikutnya berkonsultasi. Tanya kepada pemeriksa merek DJKI sebagai pemberi merek supaya tidak digugat," kata dia.

Terbit: 19 Juli 2018

Comments